[JAKARTA] Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mendesak Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) segera mengumumkan nama produk susu formula bayi yang tercemar bakteri berbahaya sakazakii.
Beberapa produk susu berzat berbahaya diindikasikan masih beredar di sejumlah kota besar seperti Jakarta dan masih meresahkan masyarakat karena tidak ada transparansi mengenai jenis produk susu yang telah terkontaminasi.
Susu formula berbakteri ditemukan pertama kali dalam hasil penelitian yang dilakukan Institut Pertanian Bogor (IPB). Saat itu, IPB mengambil sampel susu bayi yang beredar dari tahun 2003 hingga 2006. Berdasarkan hasil penelitian, didapati beberapa merek susu formula mengandung zat berbahaya enterobakteri sakazakii.
“Kami mendesak agar Kemenkes, BPOM, dan IPB segera mengumumkan nama susu yang mengandung bakteri berbahaya sakazakii. Ketiga lembaga tersebut harus segera memberikan transparansi karena membuat resah orangtua,” kata Ariest, Jumat (4/2).
Akibat penelitian IPB tersebut, sebelumnya, BPOM dan Kemenkes memutuskan untuk mengkaji kembali hasil penelitian. Pada 2008, BPOM memutuskan tidak ada susu bayi formula yang berbakteri sakazakii. Menurut Ariest, hasil penelitian tentu saja berbeda. Sebab, ada perbedaan antara sampel yang digunakan antara BPOM pada 2008 dan IPB pada 2006.
“IPB mengambil sampel produk susu yang beredar pada 2003 hingga 2006, sedangkan BPOM mengambil sampel susu tertentu yang beredar pada 2008. Tentu saja hasilnya berbeda,” ucap Ariest.
Sebelumnya, BPOM, Kemenkes, dan IPB dalam direktori putusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia No 2975 K/Pdt/2009, dianggap telah melanggar asas kepatutan, ketelitian, dan sikap hati-hati. Dalam gugatan yang diajukan David Tobing, orangtua konsumen susu formula, MA juga memutuskan perbuatan ketiga lembaga tersebut merupakan perbuatan melanggar hukum karena menimbulkan kerugian.
Setelah memenangkan orangtua konsumen, MA memutuskan BPOM, Kemenkes, dan IPB harus segera mengumumkan secara terbuka hasil penelitian yang dilakukan, termasuk nama produsen susu yang dijadikan sampel. Bila tidak segera diumumkan, Komnas PA bersama dengan pihak penggugat mengancam akan melaporkan kasus ini ke Mabes Polri.
David Tobing, pihak penggugat yang memenangkan perkara, menjelaskan, gugatan terhadap BPOM, Kemenkes, dan IPB digulirkan sejak 18 Maret 2008. Namun, sejak diputuskan oleh MA pada 26 April 2010, pihak BPOM, Kemenkes, dan IPB hingga kini belum mengumumkan nama-nama produsen susu berbakteri.
“Dari hasil putusan MA, ketiga lembaga, yakni, BPOM, Kemenkes, dan IPB harus menyebutkan satu per satu susu hasil penelitian yang mengandung bakteri sakazakii. Pengumuman harus dipublikasikan secara transparan di media. Namun hingga kini, ketiganya sama sekali tidak mematuhi putusan yang dikeluarkan MA,” kata David. [Y-7]
Beberapa produk susu berzat berbahaya diindikasikan masih beredar di sejumlah kota besar seperti Jakarta dan masih meresahkan masyarakat karena tidak ada transparansi mengenai jenis produk susu yang telah terkontaminasi.
Susu formula berbakteri ditemukan pertama kali dalam hasil penelitian yang dilakukan Institut Pertanian Bogor (IPB). Saat itu, IPB mengambil sampel susu bayi yang beredar dari tahun 2003 hingga 2006. Berdasarkan hasil penelitian, didapati beberapa merek susu formula mengandung zat berbahaya enterobakteri sakazakii.
“Kami mendesak agar Kemenkes, BPOM, dan IPB segera mengumumkan nama susu yang mengandung bakteri berbahaya sakazakii. Ketiga lembaga tersebut harus segera memberikan transparansi karena membuat resah orangtua,” kata Ariest, Jumat (4/2).
Akibat penelitian IPB tersebut, sebelumnya, BPOM dan Kemenkes memutuskan untuk mengkaji kembali hasil penelitian. Pada 2008, BPOM memutuskan tidak ada susu bayi formula yang berbakteri sakazakii. Menurut Ariest, hasil penelitian tentu saja berbeda. Sebab, ada perbedaan antara sampel yang digunakan antara BPOM pada 2008 dan IPB pada 2006.
“IPB mengambil sampel produk susu yang beredar pada 2003 hingga 2006, sedangkan BPOM mengambil sampel susu tertentu yang beredar pada 2008. Tentu saja hasilnya berbeda,” ucap Ariest.
Sebelumnya, BPOM, Kemenkes, dan IPB dalam direktori putusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia No 2975 K/Pdt/2009, dianggap telah melanggar asas kepatutan, ketelitian, dan sikap hati-hati. Dalam gugatan yang diajukan David Tobing, orangtua konsumen susu formula, MA juga memutuskan perbuatan ketiga lembaga tersebut merupakan perbuatan melanggar hukum karena menimbulkan kerugian.
Setelah memenangkan orangtua konsumen, MA memutuskan BPOM, Kemenkes, dan IPB harus segera mengumumkan secara terbuka hasil penelitian yang dilakukan, termasuk nama produsen susu yang dijadikan sampel. Bila tidak segera diumumkan, Komnas PA bersama dengan pihak penggugat mengancam akan melaporkan kasus ini ke Mabes Polri.
David Tobing, pihak penggugat yang memenangkan perkara, menjelaskan, gugatan terhadap BPOM, Kemenkes, dan IPB digulirkan sejak 18 Maret 2008. Namun, sejak diputuskan oleh MA pada 26 April 2010, pihak BPOM, Kemenkes, dan IPB hingga kini belum mengumumkan nama-nama produsen susu berbakteri.
“Dari hasil putusan MA, ketiga lembaga, yakni, BPOM, Kemenkes, dan IPB harus menyebutkan satu per satu susu hasil penelitian yang mengandung bakteri sakazakii. Pengumuman harus dipublikasikan secara transparan di media. Namun hingga kini, ketiganya sama sekali tidak mematuhi putusan yang dikeluarkan MA,” kata David. [Y-7]
Dikutip dari Suara Pembaharuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar